Sejatinya kita memiliki waktu sejenak untuk melihat sekeliling karena tanpa disadari ada begitu banyak hal yang bisa mengajarkan kita cara memaknai hukum kasih sesuai ajaran Kristus kepada kita. Siapa sangka, nyatanya manusia terlalu sibuk terbuai dengan banyak hal duniawi yang pada dasarnya hanya memberi kepuasan bagi dirinya sendiri.
Bahkan tanpa menoleh, manusia kerap acuh terhadap kehidupan kelam yang mungkin sedang menimpa sesamanya. Apakah hati manusia telah terlalu tua untuk menafsirkan dan menyatakan hukum kasih? Bukan, mungkin saja karena beberapa orang hanya merasa telah cukup puas dengan berbuat baik satu kali dalam hidupnya.
Wajar saja, terasa sulit menengok seberapa besar kesulitan yang sedang dihadapi sesama karena kita juga mungkin sedang mengalami kesulitan dalam hidup pribadi. Kita cenderung hanya meminta dan meminta bantuan kepada Tuhan. Namun mungkin justru sesama kita yang sedang dirundung kecemasan dan menjalani beban hidup yang cukup berat sehingga merasa terbuang, tersisih, dan terpinggirkan, selalu mengharapkan uluran tangan kita sebagai bantuan dari Tuhan bagi mereka. Setiap orang Kristiani dan setiap komunitas Kristiani dipanggil untuk menjadi alat Tuhan untuk membebaskan dan memajukan kehidupan kaum miskin. Namun, bagaimana caranya?
Kita bisa membantu dalam hal-hal kecil. Saudara kita yang menderita dan merasa tersingkir akan merasa sangat dihargai dan diakui keberadaannya sebagai sesama manusia di tengah masyarakat apabila kita dapat membuka pintu hati selebar-lebarnya dan mempersilakan mereka untuk turut berkarya dalam kehidupan sosial maupun pelayanan bagi Gereja Katolik.
Ibu Theresa menjadi bukti nyata cinta kasih Allah yang hadir antarsesama manusia karena mengabdikan diri seutuhnya dengan menjadi penolong bagi banyak orang. Ia menjadi sahabat bagi kaum papa tanpa memandang bulu. Ia menolong mereka yang membutuhkan pertolongan dalam kelaparan, kesakitan, keterpurukan, kesepian, bahkan orang-orang yang lumpuh harapan.
Itulah terang, itulah kasih tanpa syarat. Teramat langka kasih yang meneladani kasih Kristus sendiri seperti itu. Tapi kita masih memiliki waktu untuk terus belajar dan membuat kasih Kristus nyata melalui perbuatan-perbuatan kita dengan memperhatikan sesama yang kurang beruntung.
Oleh karena dunia adalah rumah kita bersama, maka kita semua adalah saudara. Sehingga patutlah kita perduli dengan sesama yang menderita, seperti ada tertulis: “Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?” (1Yoh. 3:17). Kita juga melihat bagaimana Allah prihatin terhadap kebutuhan kebutuhan kita, “Bilamana orang Israel berseru kepada Tuhan, maka Tuhan membangkitkan bagi mereka seorang penyelamat.” (Hak. 3:15).