Syalom aleikhem. Dalam pengajaran, Tuhan Yesus kerap menggunakan perumpamaan. Menurut para ahli Kitab Suci, sepertiga pengajaran Tuhan Yesus disampaikan melalui perumpamaan. Ada 11 perumpamaan yang serentak ada dalam Injil-Injil Sinoptik (Matius, Markus, Lukas), 9 dalam Matius dan Lukas, 10 dalam Matius saja, 15 dalam Lukas saja, dan 2 dalam Yohanes saja.
Kendati seringkali menggunakan, Tuhan Yesus bukan yang pertama memakai perumpamaan untuk mengajar. Dalam Perjanjian Lama, sudah ada pemakaian perumpamaan untuk maksud serupa. Ambil contoh: “kisah orang miskin dan dombanya” oleh Nabi Natan (2Sam. 12:1-4), “nyanyian kebun anggur” (Yes. 5:1-7), “rajawali dan pohon anggur” (Yeh. 17:2-10), “singa betina dan anaknya” (Yeh. 19:2-9).
PARABOLE
Dalam bahasa Yunani, perumpamaan disebut parabole, dari kata para dan ballo yang secara harafiah artinya “menempatkan di samping” atau “menyejajarkan” untuk dibandingkan. Istilah Yunani ini menerjemahkan kata Ibrani masyal yang isinya teka-teki, pepatah, kiasan, metafor, atau peribahasa. Teka-teki dapat dilihat di Mrk. 7:15; pepatah di Luk. 4:23; metafor di Mat. 5:13-14; kiasan di Mat. 13:33; peribahasa di Luk. 14:11.
Dalam arti sebenarnya, perumpamaan adalah kisah pendek dari kehidupan sehari-hari sebagai perbandingan untuk menjelaskan ajaran tentang kebenaran, iman, atau moral. Perbandingan dimaksudkan untuk memancing tanggapan dari para pendengar. Perumpamaan dapat bermakna ganda: makna literer (harafiah) dan makna rohani.
Dalam arti sempit, perumpamaan dibedakan dari alegori, yaitu cerita singkat yang tiap-tiap unsurnya mempunyai arti. Contoh alegori adalah “perumpamaan tentang lalang di ladang gandum” (Mat. 13:24-30.36-43) dan “perumpamaan tentang penabur benih” (Mat. 13:1-23). Tiap-tiap unsur dalam cerita-cerita itu melambangkan sesuatu.
Dalam arti luas, perumpamaan mencakup juga similitude (ringkasnya: simili) yaitu cerita yang mengambil gambaran dari kenyataan yang sungguh terjadi sehari-hari. Contoh simili adalah “cara perempuan memakai ragi” (Mat. 13:33), “kejadian ketika orang menabur biji sesawi” (Mat. 13:31-32), dan “cara majikan memperlakukan budaknya” (Luk. 17:7-10).
Sesungguhnya, perumpamaan berbeda dengan simili. Perumpamaan mengambil gambaran dari kejadian yang terjadi hanya satu kali. Jadi, sangat khusus! Kejadian itu dikisahkan dengan cara yang hidup dan menarik. Karena cara yang semacam itu, orang yang mendengarkan perumpamaan tidak mempertanyakan apakah kisah itu sungguh terjadi atau tidak. Kadang kala perumpamaan bertentangan dengan kenyataan. Justru menarik! Yang diceritakan hanya terjadi pada tokoh yang itu saja; umumnya orang lain tidak mengalami hal yang sama. Contoh perumpamaan dalam arti ini:
- “Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara…” (Luk. 16:1).
- “Seorang mempunyai dua anak laki-laki…” (Mat. 21:28).
- “Ada seseorang mengadakan perjamuan besar dan ia mengundang banyak orang…” (Luk. 14:16).
- “Dalam sebuah kota ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun…”
(Luk. 18:2).
KAPAN PERUMPAMAAN DIGUNAKAN?
Sekurang-kurangnya Tuhan Yesus menggunakan perumpamaan dalam dua kesempatan: mengajar dan kontroversi (perbantahan).
Mengajar. Dengan perumpamaan, para pendengar-Nya diundang untuk berpikir, berpendapat, menentukan sikap, bahkan mengubah sikap untuk disesuaikan dengan ajaran Tuhan Yesus. Tujuan utama perumpamaan sebenarnya adalah “pencerahan”.
Kontroversi. Beberapa kali Tuhan Yesus dilawan, dicoba-cobai, dicari-cari salah-Nya. Ketika menanggapi permusuhan, Yesus juga menggunakan perumpamaan. Tanggapan-Nya hati-hati dan cerdik, contoh: “yang hilang” (Luk. 15), “orang Samaria” (Luk. 10:25-37), “penggarap kebun anggur” (Mrk. 12:1-12). Kadang kala Tuhan Yesus menyindir “para lawan” dengan perumpamaan. Tujuan-Nya bukan menghina, tapi menyadarkan mereka. … BERSAMBUNG…