Bulan ini, tepatnya hari ke-17, kita merayakan negeri kita yang merdeka. Apa artinya merdeka? Merdeka berarti “bebas.” Sayangnya, kini kata “merdeka” dihayati secara tidak tepat. Merdeka dipahami bebas yang sebebas-bebasnya. Bebas tanpa batas, lepas, sampai puas.
Teladan yang Salah
Contoh yang salah banyak sekali. Untuk pejabat, merdeka berarti bebas menindas rakyat. Untuk aparat hukum, merdeka sama artinya dengan bebas mencurangi hukum. Untuk penguasa, merdeka bermakna bebas nyolong duit negara. Merdeka sama dengan korupsi merajalela.
Contoh lain (yang dekat): jalan raya. Jalan jadi ajang bertindak sebebas-bebasnya. Ngecot kiri ngecot kanan, zig-zag sembarangan, melanggar rambu seenak udel, tak peduli pengendara lain, tak ambil pusing dengan keselamatan bersama. Di negeri ini, merdeka sudah banyak menyimpang maknanya.
Sebenarnya, merdeka, bebas… tidak berarti seperti itu. Putra Sirakh (bacalah Sir. 10 : 1 – 8) tahu persis apa artinya bebas. Ia mengingatkan, bebas berarti bertindak bijak-arif. Untuk pemerintah, itu berarti mengusahakan kesejahteraan untuk rakyatnya. Untuk rakyat, itu artinya sikap teratur dalam kehidupan bermasyarakat. Putra Sirakh memahami, bebas itu perlu tahu batas. Rasul Petrus pun begitu (bacalah 1Ptr. 2 : 13 – 17). Ia adalah orang yang tahu apa artinya merdeka. Nasihatnya, “Hiduplah sebagai orang merdeka!” Rasul Petrus tahu apa maknanya merdeka, yaitu bebas tahu batas.
Seperti itulah kita memaknai kemerdekaan: bebas tapi tahu batas. Kita manusia bebas. Secara lahir kita bebas. Secara batin, secara rohani, kita pun bebas sebab Sang Kristus telah membebaskan kita. Kita terbebas dari kuasa si jahat, yakni kuasa maut.
Tuhan Yesus sebagai Teladan
Yesus Sang Kristus memberi kita teladan bagaimana hidup sebagai manusia bebas. Tuhan Yesus orang bebas. Ia guru bangsa. Ia nabi yang dihormati. Ia rabi yang menggerakkan orang banyak. Tapi, Ia tidak menggunakan itu semua untuk “berontak” kepada penguasa. Dengan kebebasan-Nya, Ia juga taat kepada pemimpin bangsa-Nya. Untuk urusan pajak, misalnya, Tuhan Yesus membayar. Hal itu jelas tertulis dalam Injil Matius (bacalah Mat. 22 : 15 – 21). Tuhan Yesus menegaskan, “Berikan kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar.” Tuhan Yesus bebas, tapi tahu batas. Ia sungguh tahu batas. Ia tahu, mana yang untuk kaisar, mana yang untuk Allah. Sikap bebas-Nya tidak menghapus batas-batas.
Sesungguhnya, bebas tapi tahu batas adalah cara bertindak Allah sendiri. Allah tidak menerjang batas-batas yang telah Ia tentukan sendiri. Maka, berlakulah sama dengan cara Allah: bebas tahu batas. Bagaimana konkretnya “bebas tahu batas”? Seorang suami dapat berlaku bebas, tapi demi menjaga keutuhan rumah tangganya ia mesti tahu batas: mana patut, mana tak patut; mana boleh, mana tak boleh. Istri yang baik tahu bagaimana bertindak bebas tapi tahu batas.
Seorang anak yang membanggakan pasti bertindak apa pun yang ia kehendaki. Ia bebas, tapi ia tahu ada batas di mana harus berhenti, di mana harus terus berlari. Dalam keluarga, jika setiap anggotanya berlaku bebas tapi tahu batas, niscaya keluarga itu bahagia.
Kabar gembira bulan ini: kita bebas. Tuhan telah membebaskan kita. Kita memang dipanggil untuk bebas, untuk merdeka. Maka, kebebasan itu hendaknya kita pakai untuk saling mengabdi dalam cinta kasih.