“Sebab telah lahir bagimu seorang anak. Seorang putra telah diberikan kepadamu.”
Pada selasa, 24 Desember 2019, umat Gereja St. Martinus Bandung merayakan Malam Natal. Perayaan Malam Natal di Gereja St. Martinus ini dilakukan sebanyak dua kali, yakni pada pukul 17.00 dan pukul 20.30.
Perayaan ekaristi pukul 17.00 ini dipenuhi umat sejak pukul 16.00. Bangku umat tak tersisa sampai – sampai ruangan Aula BIA dan Bina Kasih harus dibuka. Bahkan kursi – kursi cadangan yang disediakan pun habis terpakai. Misa berlangsung menyenangkan, sebab dipimpin oleh tiga Romo, yakni Romo Wahyu sebagai selebran utama, Romo Willy dan Romo Sahid sebagai konselebran.
Romo Willy menyampaikan homili tentang tema Natal tahun ini, “Hiduplah sebagai sahabat bagi semua orang”. Ia berpesan pada umat untuk menjadi sahabat bagi siapa saja. Bahkan Romo Willy membuat kesan berbeda pada misa kali ini. Romo Willy, dibantu oleh Fr. Gerald memainkan gitar untuk mengiringi nyanyian Romo Willy, mengajak umat bernyanyi bersama sebuah lagu yang berjudul Kepompng yang di populerkan oleh Sindentosca. Lewat lagu ini, Romo Willy ingin mengajak umat untuk ikut mendalami apa arti dan bagaimana perjalanan sebagai sahabat. Romo Willy mengingatkan bahwa kita tidak perlu takut, sebab sebelum kita diminta menjadi sahabat bagi semua orang, Tuhan Yesus Kristus juga telah bersedia menjadi sahabat kita.
“Orang paling berbahagia adalah orang yang memiliki sahabat”, tambah Romo Willy dalam homilinya. Kita sebagai umat Kristiani haruslah bersyukur karena kita menjadi orang paling berbahagia, karena Tuhan Yesus sendirilah yang menjadi sahabat kita. Sahabat terbaik yang mau menjadi sama dengan kita, menyederhanakan diri, dan mengorbankan nyawa bagi kita. Lewat kisah singkat yang Romo sampaikan tentang pemilihan hewan yang “pantas” menemani bayi Yesus, diceritakan bahwa keledai, sapi, dan domba yang terpilih. Mereka dipilih karena meski sederhana dan merasa tidak pantas, namun mereka rela memberikan seutuhnya apa yang mereka miliki.
Perwakilan panitia Natal pada tahun ini, Ibu Caty juga member sambutan yang begitu “menyentil” kita. Bahwa dari hal – hal kecil yang kita lakukan dapat mendiskriminasi seorang meskipun kita tidak menyadarinya. Padahal Tuhan meminta kita untuk menjadi sahabat bagi semua orang, tanpa memandang suku, agama ataupun ras mereka. Ibu Caty selaku perwakilan panitia Natal juga menyampaikan bahwa kemajemukan yang ada di negara kita harus menjadi kekuatan agar kita semakin satu menjadi sahabat tanpa kenal sekat. Itu jugalah yang menjadi cita – cita negara kita, Indonesia.
Seperti perayaan ekaristi sebelumnya, perayaan ekaristi Malam Natal pada pukul 20.30 ini juga dipenuhi oleh umat yang sudah berdatangan sejak pukul 19.15. Perayaan ekaristi ini dipersembahkan oleh Romo Siswa sebagai konselebran dan Romo Nasib sebagai selebran.
Dalam khotbahnya, Romo Nasib menekankan bahwa peristiwa Natal ini layaknya sebuah peristiwa kelahiran seseorang ke dunia. Peristiwa kelahiran pastinya merupakan peristiwa yang di nanti oleh semua orang. Pada masa penantian itu juga, banyak emosi yang tercurahkan pleh orang-orang yang menunggu persitiwa kelahiran tersebut. Lalu akhirnya pada saat kelahiran, rasa sukacita menggantikan emosi-emosi selama masa penantian tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada saat Natal. Pada saat Kristus lahir ke dunia pun rasa sukacita menyelimuti setiap penantian umat-Nya, yaitu masa Adven. Hingga pada saat kelahiran Sang Juruselamat, kita semua dapat menyambut-Nya dengan sukacita.
Lewat Natal pula, kita di damaikan dan di dekatkan kepada Allah melalui kerapuhan Yesus Kristus. Kerapuhan-Nya ini terlihat dalam wujud bayi di palungan yang menunjukan betapa lemah dan rapuhnya tubuh sang Kristus tersebut.
Romo Nasib lalu menutup homilinya dengan perumpamaan mengenai atribut-atribut yang terdapat dalam Natal. Lampu Natal melambangkan terang Allah yang menerangi hidup kita sehari-hari. Lonceng yang terdapat pada pohon Natal melambangkan kita sebagai pewarta kedamaian di tengah keluarga. Patung malaikat melambangkan kita sebagai pewarta pujian kepada Allah dalam hidup kita, kartu Natal melambangkan kita sebagai penuntun sesama menuju kedamaian, serta makan malam natal melambangkan kita sebagai pemuas kasih kepada orang-orang miskin. Layaknya sebuah tradisi yang wajib dilakukan, perayaan Misa Malam natal selalu diakhir dengan umat yang saling bersalaman dan mengucapkan selamat Natal pada sesama. Seakan kegembiraan natal dibagikan lewat jabat tangan dan senyuman yang singkat namun bermakna.
Hari Rabu, 25 Desember 2019, umat Katolik Gereja St. Martinus merayakan Hari Raya Natal. Misa Hari Raya Natal ini sendiri dipersembahkan sebanyak tiga kali, yakni pada pukul 07.00, 10.00 (Misa anak), dan pukul 17.00.
Pada misa pertama pukul 07.00, umat yang datang tidaklah banyak. Meski begitu, suasana perayaan Natal tetaplah terasa. Misa ini sendiri di persembahkan oleh Romo Willy sebagai konselebran dan Romo Sahid sebagai selebran.
“Yesus lahir ke dunia bukanlah sebagai seorang superman atau superwoman, melainkan sebagai manusia biasa”, ucap Romo Sahid untuk membuka homili pada misa kali ini. Dalam homilinya, Romo Sahid menekankan bahwa lewat Natal, kita diajak untuk menjadi “manusia”. Kita harus menjadi seorang yang “memanusia”, tetap rendah hati dan tidak haus akan kekuasaan. Romo Sahid juga memberi contoh lewat salah satu tokoh pewayangan, Bimasena. Bimasena sendiri merupakan salah satu dari Pandawalima yang memiliki kebijaksanaan yang luar biasa. Ia sendiri lebih memilih untuk menjadi seorang manusia biasa ketimbang menjadi pejabat.
Terakhir, Romo Sahid menutup homilinya dengan ajakan agar kita dapat lebih memanusiakan manusia. Allah datang mengajarkan diri sendiri supaya kita serupa dengan Dia sehingga kita menjadi manusia yang peduli dan penuh kasih.
Misa sendiri diakhir dengan sambutan dari pak Agus, perwakilan dari panitia Natal tahun ini yang menekankan bahwa kita semua adalah sahabta tanpa memandang perbedaan di antara kita karena kita sendiri adalah sama di hadapan Tuhan.
Pada misa kedua pukul 10.00, umat yang datang teramat banyak dan di dominasi oleh anak – anak. Hal ini karena misa ini sendiri di khususkan untuk perayaan natal bagi anak – anak. Misa ini di persembahkan oleh Romo Nasib sebagai konselebran dan Romo Wahyu serta Romo Willy sebagai selebran.
“Hayo, siapa yang pernah jadi bayi?”, tanya Romo Wahyu untuk membuka homilinya. Romo Wahyu juga menyampaikan beberapa pertanyaan kepada anak-anak yang hadir. Bagi yang bisa menjawab akan mendapatkan hadiah. Anak – anak yang hadir pun antusias untuk menjawab dan hadiah yang disediakan oleh panitia pun akhirnya harus dibagikan. Wah hebat – hebat yang anak-anak kita.
Dalam homilinya, Romo Wahyu menenkankan bahwa Natal adalah kesempatan bagi kita untuk merayakan kasih Allah dengan ketulusan hati. Romo Wahyu mencontohkannya dengan binatang-binatang yang ada di kandang tempat lahir Kristus. Hewan-hewan tersebut (sapi, keledai dan domba) merupakan contoh dari ketulusan hati karena mereka menyerahkan seluruh hal yang mereka miliki untuk menemani Yesus di palungan.
Natal ini pula menjadi perayaan kasih dari Allah kepada kita. Romo Wahyu menekankan lewat Natal ini, kita harus menjadikan kasih yang kita miliki sebagai kekuatan kita. Lewat kasih ini juga, kita diajak untuk menjadi sahabat bagi semua orang, sesuai dengan tema Natal tahun ini, yakni “Jadilah sahabat bagi semua orang”.
Misa pukul 10.00 sendiri diakhir dengan sambutan dari pak Adit, ketua panitia Natal tahun ini, yang menekankan bahwa kita semua adalah sahabat tanpa memandang perbedaan di antara kita karena kita sendiri adalah sama di mata Tuhan, selain itu, terdapat juga pembagian bingkisan kepada anak – anak yang hadir. Akhirnyam umat yang hadir pun pulang dengan perasaan bahagia karena sukacita Natal yang melekat di hati mereka.
Misa Natal pukul 17.00 merupakan misa terkahir yang dirayakan pada hari Rabu, 25 Desember 2019. Meskipun misa terakhir, bukan berarti antusias umat Paroki St. Martinus menurun. Gereja masih di penuhi dengan umat yang bahagia untuk menyambut kelahiran Tuhan kita, Yesus Kristus. Kali ini dipimpin oleh Rm. Siswa.
Romo Siswa mengajukan pertanyaan singkat untuk mengawali homilunya, yaitu “Kita semua menyembah Allah, tapi siapakah Allah?” Romo mengatakan bahwa Allah itu kehadiranNya tidaklah jelas dan jauh dari nalar manusia, maka dari itu yang dapat kita lakukan adalah percaya. Dari rasa percaya tersebut kita bisa mulai mengerti, dan dengan pengertian, kita dapat lebih memahami lebih dalam lagi tentang pribadi Allah sendiri.
Rangkaian perayaan hari Natal telah kita lalui tanpa ada halangan yang berarti. Keberhasilan perayaan ini tidak luput dari kerja keras segala pihak yang terlibat. Panitia yang telah mempersiapkan segala hal agar terciptanya perayaan yang nyaman dan indah, petugas liturgi yang telah mempersiapkan diri untuk melayani dengan baik, pihan keamanan luar, dan segala pihak yang telah membantu menyukseskan perayaan Natal.
Bila kita gabungkan tema Natal yang dikeluarkan PGI dan KWI untuktahun 2019 dan doa yang dibacakan oleh anak-anak ketika memberikan hadiah ke Gua Natal, kita akan dapat menarik sebuah pesan untuk kita semua yaitu kegembiraan Natal yang kita terima haruslah menuntun dan memantapkan kita untuk menjadi terang dan garam serta sahabat yang setia untuk semua orang yang berada di sekitar kita.
Semoga di hari Natal ini, kita semakin percaya dan memahami pribadi Allah yang hadir lewat lahirnya Juru Selamat kita, Yesus Kristus. Karena Allah akan menampakan diri pada orang yang percaya. Tuhan Memberkati.