Ada ungkapan yang menarik bahwa Pandemi adalah skenario Tuhan yang membawa kita kembali kepada semangat hidup untuk bersatu dan bergotong royong. Ungkapan ini mau merefleksikan bahwa guncangan pandemi yang menghancurkan semua kehidupan, ada semangat untuk menghadapinya secara bersama. Nilai-nilai lama yang dulu pernah ada dan tertimbun batu-batu egoisme sekarang dibongkar kembali. Pandemi harus dihadapi dengan semangat bersatu dan bergotong royong, tanpa membedakan agama dan suku.
Paus Fransiskus dalam ensiklik Ftratelli Tutti (Kita Bersaudara), menegaskan bahwa “Pandemi Covid 19 membongkar segala kepalsuan rasa aman kita. Tak seorangpun dapat menatap hidup dalam isolasi, kita membutuhkan komunitas yang mendukung dan membantu kita untuk tetap menjaga pandangan ke depan.” Realitas dunia yang sedang tertutup menghendaki sebuah usaha besar, yang hanya bisa ditempuh melalui tapak jalan keadilan dan solidaritas. Paus mengajak kita semua untuk berjalan bersama membangun semangat satu hati dalam situasi pandemi ini.
Dalam Fratelli Tutti, Paus Fransiskus mengajukan sebuah cara bertindak yang baru, yaitu kisah orang Samaria yang murah hati (lih. Luk. 10:25-37). Paus menggunakan teks ini dalam berbagai dokumen dan surat. Malahan dikatakan bahwa Gambaran Gereja yang hendak dibangun di masa penggembalaannya adalah gambaran seperti orang Samaria yang murah hati. Orang Samaria disebut sebagai orang luar, bukan golongan Yahudi, bukan golongan imam atau Suku Lewi, yang mempunyai kedudukan terhormat. Akan tetapi, justru orang Samaria inilah yang lebih menunjukan hidup iman yang konkrit, yaitu sikap dan tindakan belas kasih.
Paus Fransiskus mengajak kita untuk membangun dunia yang terbuka, bukan malah dunia yang dikotak-kotakan. Tidak ada orang yang bisa selamat dan sehat seorang diri. Pandemi ini menyadarkan kita bahwa kita terikat dengan yang lain. Artinya ketika kita sehat maka yang lain akan sehat. Hidupku sungguh berarti bagi orang lain. Maka, dialog dan persaudaraan menjadi cara bertindak yang sangat mendesak di tengah pandemi ini. Dialog tersebut berangkat dari penghargaan akan yang lain, yang digambarkan Paus meliputi langkah mendekati, saling bicara dan mendengarkan, saling memperhatikan dan memahami satu sama lain secara tulus dan apa adanya.
Paus tidak ingin kita menjadi orang yang pesimistis dan hanya bisa meratapi situasi. Ia mengajak kita untuk memandang dengan realistis dari kacamata terang Injil dalam harapan, iman, dan kasih. Ada tanda-tanda harapan, banyak orang yang berada dalam keslitan karena pandemi tetapi masih tetap memperjuangkan nilai-nilai kehidupan bersama yang baik, solidaritas dan gotong royong. Mereka inilah orang-orang Samaria masa kini dan para penabur kehidupan masa depan. Salam Mowah!