Hari Minggu Biasa ke-XXV (Minggu, 19 September 2021)
BcE. Keb. 2 : 12, 27 – 20 ; Yak. 3 : 16 – 4: 3 ; Markus 9 : 30 – 37
Tidak semua orang dapat mengimani bahwa “hidupnya ada dalam penyelenggaraan Allah”. Hal terebut dapat dibuktikan terutama ketika seseorang dihadapkan dengan pengalaman-pengalaman yang kurang menyenangkan. Dalam situasi dan keadaan seperti itu, seringkali manusia menyalahkan Allah atas apa yang dialaminya. Namun jika kita berkaca pada bacaan-bacaan Kitab Suci hari minggu ini, kita akan mendapati sebuah pesan yang jelas bahwa apapun peristiwa hidup kita, Allah lah yang mendesignnya. Kita hendaknya menjalaninya dengan ikhlas agar hidup berjalan seturut kehendak Allah sendiri.
Nabi Salomo dalam dari Kitab Kebijaksanaan (Keb. 2 : 12, 27 – 20) menggambarkan bagaimana perjalanan hidup orang yang benar dihadapan Allah. Bahwa orang benar akan mendapatkan banyak tantangan/hambatan dari orang-orang fasik yang membencinya. Ramalam nabi Salomo ini seperti hendak menggambarkan seperti itulah gambaran hidup Yesus dan pengikut-Nya kelak.
Dalam bacaan kedua (Yak. 3 : 16 – 4: 3), Santo Yakobus mengingatkan pendengarnya agar mereka hendaknya berhati-hati terhadap rasa irihati dan sikat egois. Hal ini dikarenakan kedua hal inilah yang menjadi penyebab dari segala kekacauan dan perbuatan jahat. Karenanya Santo Yakobus menegaskan agar para pendengarnya selalu mau membuka diri kepada Allah, agar Allah senantiasa memberikan hikmat-Nya kepada mereka sehingga para pendengarnya tidak terjatuh dalam sikap iri hati dan sifat egois yang menjadi penyebab segala perbuatan jahat.
Dalam bacaan Injil (Markus9:30–37), Yesus menceritakan untuk kedua kalinya mengenai penderitaan yang akan dialami-Nya kepada para rasul. Yesus sungguh menyadari bahwa penderitaan yang akan dijalani-Nya adalah sebagai konsekuensi dari pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah. Meski demikian, Yesus tidak takut, tidak gentar, apalagi mundur. Sebaliknya Yesus tetap bersikap rendah hati menyiapkan diri agar bisa menanggung semua penderitaan itu. Yesus justru memasrahkan diri kepada Allah Bapa-Nya, karena Yesus sungguh menyadari bahwa hidup-Nya adalah sungguh merupakan penyelenggaraan Allah Bapa-Nya di Sorga.
Semoga kita dapat belajar dari pribadi Yesus, agar kita pun mampu menghayati dan menghidupi iman kita bahwa Allah-lah penyelenggara hidup kita. Amin.