Istilah Perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst (Perjanjian atau Persetujuan) dan verbintenis (Perikatan, Perjanjian atau Perutangan). Pasal 1313 Ayat (1) KUH Perdata menyebutkan bahwa Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Sahnya suatu Perjanjian diatur Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan, suatu perjanjian adalah sah apabila memenuhi persyaratan Kesepakatan, Kecakapan, hal tertentu dan sebab yang halal dan/atau yang diperbolehkan.
Suatu Perjanjian harus menganut asas-asas dan unsur-unsur sebagai berikut yaitu asas tidak boleh main hakim sendiri, asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, dan unsur esensialia, unsur Naturalia, unsur Aksidentalia.
Akibat dari suatu Perjanjian yang dibuat secara sah adalah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata), dan perjanjian hanya berlaku bagi para pihak yang membuatnya (Pasal 1340 KUH Perdata) serta perjanjian dapat mengikat pihak ketiga apabila telah diperjanjikan sebelumnya (Pasal 1317 KUH Perdata).
Konsekwensi Para Pihak yang membuat perjanjian tidak dapat secara sepihak menarik diri dari akibat-akibat perjanjian yang dibuatnya (Pasal 1328 ayat (2) KUH Perdata), akan tetapi perjanjian dapat diakhiri secara sepihak, jika ada alasan-alasan oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu (Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata).
Apabila salah satu pihak ingkar janji atau wanprestasi terhadap perjanjian yang dibuatnya, maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan (Pasal 1243 KUH Perdata) kerugian materiil (kerugian pokok + bunga + keuntungan yang didapat), dan kerugian Immateriil. (Hendri/Sie Keadilan dan Perdamaian)