Bacalah lebih dulu “Bagian II”. ….
Telanjur melekat dalam benak, Perjamuan Tuhan bersumber “hanya” pada Perjamuan Terakhir. Alur pikiran pada umumnya: Orang Kristen merayakan Perjamuan Tuhan, yaitu Ekaristi, karena Tuhan Yesus memerintahkannya pada Perjamuan Terakhir. Urutannya: Perjamuan Terakhir – Perjamuan Tuhan dalam Jemaat awal – Ekaristi kita zaman sekarang. By the way, paham ini tidak salah, hanya belum lengkap.
Kalau mau lengkap supaya paham kita utuh, urutan penelusuran alkitabiah dari masa lalu ke masa kini adalah: [1] Perjamuan Israel, [2] Perjamuan-Perjamuan Yesus, [3] Perjamuan Terakhir, [4] Perjamuan dengan Tuhan yang telah bangkit, [5] Perjamuan Tuhan dalam Jemaat awal.
[1] PERJAMUAN ISRAEL
Bangsa-bangsa di kawasan Timur Tengah pada zaman kuno umumnya yakin bahwa manusia diciptakan sebagai hamba yang harus melayani kebutuhan ilah-ilah (dewa-dewi). Makanan harian para ilah harus dicukupi oleh manusia. Untuk itu, meja-meja altar untuk meletakkan persembahan dibangun di dalam kuil-kuil. Para ilah memakan persembahan dari manusia (lih. Dan 14:3.6, selengkapnya seluruh bab 14). Prinsip utama paham itu: Semakin puas para ilah, semakin banyak berkat yang mereka berikan berupa kesuburan tanah dan kelimpahan panenan bagi manusia.
Bangsa Israel kuno hidup dalam kawasan dengan paham keagamaan semacam itu. Israel terpengaruh juga. Namun, Israel tidak menelan mentah-mentah paham itu. Ada penyesuaian karena Israel tidak menyembah ilah-ilah, melainkan Tuhan Allah. Mirip dengan paham secara umum, Israel juga menyajikan persembahan kepada Allah. Hukum Musa menyebutkan persembahan perlu disediakan kepada Allah tiap hari: pagi dan sore (Bil 28:1-8; Kel 29:38-42), juga tiap Sabat dan beberapa hari lain (Bil 28:9-31). Meski sama-sama menyajikan persembahan, paham Israel berbeda dengan paham bangsa-bangsa lain di sekitarnya. Untuk melihat perbedaan itu, mari melihat empat tahap pelaksanaan persembahan dalam ibadat Israel.
Tahap pertama: penyembelihan kurban. Persembahan utama adalah hewan sembelihan. Imam membagi persembahan menjadi tiga: satu bagian untuk Allah, satu bagian untuk imam, satu bagian untuk umat. Bagian untuk Allah dibawa menuju meja altar.
Tahap kedua: perubahan persembahan. Persembahan yang ditaruh di meja altar dibakar. Pembakaran itu perubahan dari persembahan yang sifatnya duniawi menjadi surgawi. Asap dan harum persembahan yang membubung akan memasuki bait Allah surgawi.
Tahap ketiga: perjalanan persembahan menuju tempat kudus surgawi. Ketika persembahan itu tiba di surga, doa umat kepada Allah telah tersampaikan.
Tahap keempat: penerimaan oleh Allah. Persembahan yang disajikan oleh umat dengan hati tulus dan iman diterima oleh Allah. Penerimaan itu membuat persembahan di meja altar dikuduskan oleh Allah. Demikian halnya dua bagian lain: untuk imam dan untuk umat; keduanya dikuduskan pula. Dengan kata lain, semua persembahan menjadi makanan kudus. Makanan kudus dibawa pulang untuk dimakan oleh umat. Umat mengimani bahwa Allah memberikan makanan kudus kepada mereka. Jadi, umat makan “seperjamuan” dengan Allah.
Yesus dan orang-orang sezaman-Nya hidup dalam paham seperti itu. Karena itu, Yesus menggambarkan keselamatan dari Allah sebagai perjamuan.
… BERSAMBUNG…